Jumat, Januari 04, 2008

SPP Melambung Unibraw Di Protes

KRC, Kampus
Terapkan Sistem Proporsional, Besaran Tiap Mahasiswa Tak Sama, Sumbangan pengembangan pendidikan (SPP) sistem proporsional yang diberlakukan Unibraw pada mahasiswa angkatan 2007 menuai protes. Kemarin, ratusan mahasiswa dan orang tuanya melakukan klarifikasi karena keberatan dengan aturan itu. Sebab, besaran SPP per semester antara mahasiswa yang satu dengan lainnya berbeda. Untuk mahasiswa reguler diberlakukan mulai 0 rupiah sampai Rp 1,5 juta. Sedangkan non-reguler diberlakukan mulai Rp 500 ribu sampai Rp 2,4 juta per semester.Meski tak melakukan aksi, namun bukan itu saja yang dikeluhkan. Pelayanan yang kurang welcome juga disesalkan para orang tua mahasiswa. Terlebih, dalam proses klarifikasi tersebut ditangani staf rektorat dan dipusatkan dalam satu lokasi saja, yakni gedung Widyaloka lantai I. Padahal, dalam surat edaran (SE) rektor, klarifikasi langsung ditangani kabag keuangan Unibraw. Praktis, staf rektorat yang ditunjuk tak mampu menyelesaikan masalah karena tak memiliki wewenang mengeluarkan kebijakan. "Saya ini kecewa, anak saya dua di Unibraw. Masak SPP untuk yang semester II ditarik Rp 2,1 juta," ungkap orang tua mahasiswa dari Surabaya yang enggan dikorankan namanya.Bahkan, dalam proses klarifikasi itu, salah satu anggota TNI yang anaknya kuliah di PIS (program ilmu sosial) jalur SPMK itu hanya diberi jalan tengah. SPP yang harus dibayar itu bisa diangsur atau ditunda dulu. "Katanya masih mau diproses dulu. Tapi saya telanjur kecewa," ujar dia.Hal yang sama juga diungkapkan Marissa Hamnon, mahasiswi semester II Ilmu Komputer FMIPA. Meski sebelumnya masuk lewat jalur SPKS dengan SPP pertama Rp 1,2 juta, tapi dengan diterapkannya SPP proporsional tersebut, dia kini harus membayar Rp 2,4 juta per semester. Begitu juga yang dialami Anam, mahasiswa satu prodi (program studi) dengan Marissa. Dia dipatok SPP Rp 2 juta. "Belum tahu apa nanti mendapat keringanan, masih menunggu proses," katanya.Anam menjelaskan, SE klarifikasi itu baru diterima kemarin. Sebab rektorat mengirimkan surat ke rumah mahasiswa masing-masing. Intinya, SE itu berisi tentang besaran SPP berdasarkan aturan proporsional per mahasiswa yang didasarkan pada slip gaji orang tua, bukti pembayaran PDAM, dan listrik rumah. "Semua persyaratan itu sudah diserahkan saat daftar ulang awal masuk dulu. Tapi, pemberlakuannya baru sekarang," kata Anam. Tapi, lanjut Anam, sebelum aturan itu benar-benar diberlakukan, Unibraw memberikan waktu dua hari bagi semua mahasiswa dan orang tua yang merasa keberatan. Termasuk dia dan Marissa.Lain lagi cerita Farhan, orang tua Faiqoh, mahasiswa Fakultas Peternakan asal Tuban. Karena kurang paham dengan aturan klarifikasi tersebut, dia datang ke Unibraw tanpa membawa berkas persyaratan sama sekali. Terutama, surat keterangan dari RT/RW setempat yang menyatakan kondisi perekonomiannya. "Saya ini hanya petani yang tak punya slip gaji. Kalau SPP sampai Rp 1,75 juta per semester, ya saya keberatan," kata Farhan yang mengaku akan pulang kembali ke Tuban mengurus semua perlengkapan itu. Tak Ubah Kebijakan Bagaimana tanggapan Unibraw? Ditemui di ruang kerjanya, Rektor Unibraw Prof Yogi Sugito mengaku telah memprediksi bahwa protes pemberlakukan SPP proporsional itu akan terjadi. Sebab, dalam perjalanannya ternyata ada data syarat-syarat ketentuan SPP yang tak akurat, bahkan tak lengkap. Karena itulah, pihaknya sengaja membuka waktu dua hari untuk klarifikasi bagi mahasiswa maupun orang tua yang merasa keberatan dengan patokan SPP itu. Dia juga berjanji akan tetap memberikan pelayanan sewaktu-waktu asal bukti tidak mampu benar dan bukan rekayasa. Sehingga, pemberlakukan SPP proporsional tak sepihak, karena dalam perjalanan ternyata ada kasus-kasus di luar dugaan. "Saya ingin orang tua yang benar-benar kaya tidak usah memiskinkan diri. Karena ini untuk memajukan pendidikan sekaligus mewadahi mahasiswa miskin," ungkapnya. Disinggung tentang data kurang akurat, Yogi mencontohkan, ada satu orang tua mahasiswa yang tinggal di kawasan jalan protokol, pengeluaran untuk air dan listrik, serta PBB mencapai jutaan rupiah. Tapi, ternyata dia pensiunan dan semua itu dibayari salah satu anaknya. Belum lagi yang satu rumah mewah, tapi ternyata biaya patungan. Terkait tentang pemberlakukan SPP proporsional ini, Yogi menjelaskan, sebelumnya rektorat telah melakukan sosialisasi sejak awal masuk mahasiswa baru lalu. Dalam sosialisasi tersebut, semua mahasiswa harus menuliskan pendapatan total orang tua masing-masing, termasuk jika ada usaha sampingan. Selain itu, juga disertakan slip gaji, bukti pembayaran listrik, PDAM, sampai PBB. "Dalam sosialisasi diungkapkan untuk semester I, SPP dipukul rata sesuai jalur masuk. Sedangkan semester II akan diberlakukan SPP proporsional," terangnya.Semua persyaratan itu, kata dia, digunakan sebagai tolak ukur tingkat kekayaan orang tua siswa. Pengukuran ini juga didasarkan pada tiga hal, yakni profesi, gaji, dan pengeluaran. "Kalau ukurannya pendapatan saja, maka tidak fair," ujarnya.Nah, semua data itu dimasukkan dalam data based komputer dan diolah untuk menentukan besaran SPP proporsional. Untuk mahasiswa reguler jalur SPMB dan PSB, kisaran SPP mulai nol rupiah sampai Rp 1,5 juta dengan rentangan Rp 250 ribu. Atau mulai nol rupiah, Rp 250 ribu, Rp 500 ribu, dan seterusnya sampai Rp 1,5 juta. Sedangkan mahasiswa non reguler diberlakukan SPP mulai Rp 500 ribu sampai Rp 2,4 juta. "Sejak awal, kami telah menetapkan aturan bahwa besarnya SPP mahasiswa non reguler dua kali lipat reguler. Diharapkan, mahasiswa non reguler mampu membiayai sendiri tanpa bergantung pada reguler," jelasnya.SPP proporsional, jelas Yogi, adalah sebuah aturan penetapan besaran SPP berdasarkan tingkat kemampuan mahasiswa. Yang miskin, otomatis SPP-nya kecil atau bahkan nol. Termasuk, mendapat prioritas beasiswa. Sedang bagi kelas menengah, maka diformat sedang, dan mahasiswa kaya otomatis lebih tinggi. "Saya ingin anak-anak tak mampu tetap bisa kuliah dengan subsidi silang dari yang kaya. Aturan ini bukan dari Unibraw, tapi imbauan dikti sejak tahun 2000 lalu. Tapi, baru sedikit sekali yang menerapkan," urai bapak tiga anak itu.Bahkan, kata Yogi, sebenarnya aturan itu belum mampu menyukupi kebutuhan mahasiswa yang tiap tahun per mahasiswa menelan Rp 16 juta. Sedangkan anggaran Unibraw tahun 2008 sebesar Rp 440 miliar. "Target ideal sesuai aturan dikti per tahun per mahasiswa Rp 18 juta. Berarti berapa besar yang disubsidi pemerintah," tandasnya. Lebih lanjut, Yogi menegaskan meski protes itu terus mengalir, dia tidak akan mengubah aturan pemberlakuan SPP proporsional. Alasannya, jika disamaratakan kembali, maka mahasiswa miskin tak akan mampu kuliah. "Di Unibraw, banyak sekali mahasiswa tak mampu. Bahkan, ada dua ratusan yang bebas sama sekali," kata dia. (kuP)

Tidak ada komentar: