Jumat, Februari 15, 2008

Gubernur BI Burhanuddin Jadi Tersangka




KRC, Jakarta


- Penetapan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah, sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat protes keras dari Partai Demokrat. Protes ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat (PD), Prof Achmad Mubarok, usai melakukan jumpa pers di DPP PD, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (15/2).
"Penetapan sebagai tersangka kurang tepat dilakukan sekarang. Kalau bahwa dia harus usut, iya tapi jangan sekarang dong. Jadi, yang namanya tebang pilih, menurut saya tidak negatif. Tebang pilih itu, kalau ada seribu harus milih, mana yang kecil dulu, yang mudah dulu. Mana artinya kehilangan Rp 100 miliar kalau dampak kehilangan Rp 1 triliun? Itu bukan pemberantasan korupsi namanya, tapi nambah jumlah korupsi," kata Achmad Mubarok.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK resmi menetapkan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah sebagai tersangka terkait kasus aliran dana BI ke DPR.
Burhanuddin ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Hukum BI Oey Hoeng Tiong dan mantan Kepala Biro Komunikasi Bank Indonesia Rusli Simanjuntak. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam rapat pimpinan KPK pada Jumat 25 Januari 2008.
Achmad Mubarok kembali menjelaskan dampak dari ditetapkannya Burhanuddin Abdullah jadi tersangka bisa menghilangkan kepercayaan dari Bank Sentral. Bila benar, tak ada lagi kepercayaan dari Bank Sentral kepada Indonesia ruginya tak akan terasa.
"Dulu, zaman hilangnya uang Rp 100 miliar dalam posisi sulit sekali. Antara uang BLBI dengan UU BI yang lagi dirumuskan ketika itu. Tidak semua orang DPR, tahu problemnya orang BI yang harus bisa menstabilkan sehingga ada langkah-langkah yang menyimpang. Tapi, harus dipahami, oleh karena itu, ketika 'nebang' (proses hukum tebang pilih) harus diukur dampaknya. Untuk apa nebang kalau ngerubuhin pohon atau rumah sendiri," tandas Mubarok.
"Jadi, tebang pilih itu, satu sisi juga kecerdasan, jangan asal tebang. Kalau di politik, tebang pilih negatif. Tapi, dalam pemberantasan korupsi itu, harus milih. Mana yang harus bisa ditebang. Memilih yang dampaknya, tidak lebih luas dari pada korupsi itu sendiri," cetusnya lagi.
Mubarok membantah, bila kritik penetapan Burhanuddin Abdullah sebagai tersangka oleh KPK akan kontraproduktif. "Masih banyak kasus korupsi. Misalnya, ada seribu kasus korupsi dan harus dipilih yang dampaknya kecil. BI itu tidak boleh buka-bukaan karena banyak rahasia. Tapi karena sudah (Gubernur BI) dijadikan tersangka, maka harus buka-bukaan," urainya.
Bukan karena Partai Demokrat ingin melindungi Gubernur BI? "Bukan-bukan. Begini, orang sakit pun, kalau mau dioperasi nunggu sehat. Jadi, dalam kondisi BI yang masih seperti ini kemudian 'ditembak' direkturnya, tentu akan berdampak lain. Bukan masalah penetapannya (sebagai tersangka), tapi masalah waktu. Jangan sekarang, tunggu 3 bulan lagi, sehingga gejolaknya bisa diatur," papar Mubarok.
Mubarok kemudian memaparkan lagi, banyak skenario yang berkembang dalam penetapan Burhanuddin Abdullah sebagai tersangka. Salah satunya adalah melakukan penjegalan terhadap seseorang yang ingin berniat menggantikan Burhanuddin Abdullah sebagai Gubernur BI.
"Ada macam skenario lain. Pertama mengganjal Abdullah kemudian ambisinya Ketua BPK Anwar Nasution, menjegal Aulia Pohan, lalu katanya ada yang ingin mengusung Miranda Gulton. Ini analisa-analisa atau skenario yang berkembang," ujar Mubarok yang juga salah seorang pendiri Partai Demokrat. (dd)