Rabu, November 11, 2009

Komnas Terima Pengaduan Kuasa hukum Antasari


KRC, Jakarta
Komisi Nasional (Komnas) HAM menerima pengaduan Antasari Azhar terkait dugaan adanya rekayasa dalam proses peradilan mantan Ketua KPK tersebut dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain.

Kepada Komnas HAM dua kuasa hukum Antasari, Ari Yusuf Amir dan Hotma Sitompul melaporkan dugaan mengenai adanya rekayasa dalam peradilan Antasari. Dugaan rekayasa tersebut didasarkan atas kesaksian mantan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Wiliardi Wizard bahwa penahanan dan proses peradilan terhadap Antasari telah direncanakan sebelumnya.

Dalam persidangan Selasa kemarin, Wiliardi mengatakan bahwa ia mendapat "perintah" dari atasannya di Kepolisian saat disidik oleh penyidik Polri.

Laporan tersebut diterima oleh Komisioner Komnas HAM Sub Komisi Pemantauan dan Penyidikan Joni Nelson Simanjuntak, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (11/11). "Komnas HAM akan meminta klarifikasi kepada kepolisian, penyidiknya dalam perkara ini," kata Joni usai menerima laporan dua kuasa hukum tersebut.

Persoalan yang akan dimintai klarifikasi tersebut, kata Joni, antara lain adalah kondisi Wiliardi saat dilakukan penyidikan, apakah ia didampingi oleh kuasa hukum atau tidak. "Karena ini adalah dakwaan pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Ada kewajiban bagi penyidik untuk menawarkan tentang pembelaan," ungkapnya.

Selanjutnya, menurut Joni, Komnas HAM akan mengklarifikasi apakah benar keterangan Wiliardi tersebut tidak dilampirkan dalam berkas yang disampaikan kepada penuntut umum. "Ketiga kami akan melakukan pemantauan terhadap proses atas kasus ini. Untuk menghindari adanya peradilan sesat," tegasnya.(don)

FPDIP Bentuk Team Independen Usut Kasus Century


KRC, JAKARTA
Anggota Tim Independen Kasus Bank Century yang dibentuk PDI Perjuangan, Gayus Lumbuun dan Eva Kusuma Sundari mengatakan, Pengambil kebijakan atas dikucurkannya dana triliunan untuk menalangi bangkrutnya Bank Century, harus turut diusut. Selama ini, proses hukum yang dilakukan Polri dan Kejaksaan Agung dinilai belum menyentuh para pengambil kebijakan.

Gayus dan Eva menyebutkan, setidaknya ada tiga pengambil kebijakan yang harus diusut yaitu Gubernur Bank Indonesia yang saat itu dijabat Boediono, Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati dan Sekretaris KSSK Raden Pardede.

"Gubernur BI adalah pengambil kebijakan di sentral keuangan negara dan kebijakan negara berkaitan dengan bank-bank, kemudian Menteri Keuangan. Sangatlah janggal mengambil keputusan pengucuran dana itu hingga pagi hari serta pemilik Bank Century yang menjadi penikmat kebijakan," kata Gayus, dalam jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/11).

Nama Raden Pardede dilontarkan oleh Eva, karena dinilai turut bertanggungjawab atas pengambilan kebijakan tersebut. Menurut Gayus, pengusutan yang dilakukan selama ini tak menyentuh substansi masalah yaitu pengambil kebijakan. Ia mencontohkan, penanganan yang dilakukan Polri hanya mengusut money laundring -nya saja. "Ini tidak esensial," kata Gayus.

"Sedangkan kejaksaan katanya masih menunggu laporan BPK. BPK itu kan mengaudit lembaga keuangan tapi tidak berwenang untuk mengaudit kebijakan," tambah anggota Komisi III ini.

Angket Targetkan Bongkar Kasus Century

Fraksi PDI Perjuangan yang menginisiasi pengguliran hak angket kasus Century, menjanjikan konsisten melakukan pengawalan hingga tuntas. Eva mengatakan, pihaknya menargetkan bisa membongkar kasus agar tidak ada keraguan atas "gembos"nya pengusutan seperti yang terjadi pada hak angket lainnya.

"Kita tidak target orang, tapi membongkar kasus. Kalau ada korban (orang) yang kemudian terlibat, itu konsekuensi dari penegakan hukum. Ke depan, kami tidak ingin ada preseden yang mengesankan ada yang kebal hukum. Tetapi, kami menyadari, PDI Perjuangan tidak bisa sendiri untuk mengambil keputusan," kata Eva.

Oleh karena itu, fraksinya akan mengambil mekanisme menyampaikan secara terbuka perkembangan pengusutan yang telah dilakukan.(don)