Kamis, Juli 10, 2008

PKS DaN PAN Meningkat Hanura Ikut Melejit

KRC,JAKARTA -
Hampir semua partai mapan mengalami penurunan tingkat keterpilihan. Dalam survei yang dilakukan Indo Barometer, dari tujuh partai besar, lima di antaranya menurun. Yakni, PDIP, Golkar, PKB, Partai Demokrat, dan PPP. PKS dan PAN meningkat. PDIP tetap berada di tempat teratas, kendati tingkat keterpilihannya menurun. Partai berlambang banteng moncong putih itu turun dari 25,3 persen per Desember 2007 menjadi 23,8 persen per Juni 2008. Berturut-turut berikutnya, Partai Golkar (18 persen ke 12 persen), Partai Demokrat (13,8 persen menjadi 9,6 persen), dan PKB (7,5 persen ke 7,4 persen). PPP terjun bebas dari 3,5 persen menjadi 1,6 persen.''PPP harus hati-hati. Bisa-bisa, mereka tidak mencapai parliamentary threshold 2,5 persen untuk mendapatkan kursi di DPR,'' ingat Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari di Hotel Century Park, Senayan, kemarin (9/7).Bagaimana kenaikan PKS dan PAN? Peningkatan paling signifikan diperoleh PKS dari 5,2 persen menjadi 7,4 persen. PAN mengalami sedikit kenaikan dari 3,4 persen ke 3,5 persen. Dari 18 parpol baru -di luar 16 parpol lama alumni Pemilu 2004- yang kini menjadi kontestan Pemilu 2009, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), ternyata, yang paling melejit. Bila pada Desember 2007 tingkat keterpilihan partai pimpinan Wiranto itu hanya 0,1 persen, per Juni 2008, angka tersebut menanjak pesat menjadi 2,3 persen.''Meski partai baru, Hanura punya potensi besar untuk menyodok,'' jelas Qodari. Bahkan, Hanura sudah masuk lingkaran delapan parpol papan atas. ''Berada di urutan ketujuh, Hanura sudah melewati PPP,'' lanjutnya. Menurut Qodari, peluang parpol-parpol baru untuk menembus parliamentary threshold masih cukup besar. Sebab, jumlah pemilih mengambang atau floating mass cukup banyak. ''Sekitar 29,4 persen publik belum menentukan pilihan,'' ucapnya. Angka itu bertambah dari 17,7 persen per Desember 2007.Indikasi lain yang bisa mendorong partai baru meraih ET, kata dia, adalah karena hanya 24 persen pemilih yang mengaku loyal dengan partai pilihannya. Sisanya yang 76 persen tidak memiliki ikatan emosional yang kuat pada partai tertentu yang notabene adalah partai-partai lama. ''Jadi, masih bisa lari ke mana saja,'' tegasnya.Survei terbaru Indo Barometer itu mencakup 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan melibatkan 1.200 responden. Mereka dipilih secara multistage random sampling. Pengumpulan data dilakukan selama 11 hari, mulai 5-16 Juni 2008, dengan margin of error sekitar 3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.Dalam survei itu, juga ada temuan menarik lain. Sebanyak 73,3 persen responden mengaku kesulitan membedakan partai-partai di Indonesia. Padahal, survei tersebut dilakukan sebelum KPU mengumumkan hasil verifikasi faktual Senin (7/7) yang meloloskan 34 parpol. Jadi, konteksnya masih 24 parpol yang menjadi peserta Pemilu 2004. ''Bisa diprediksi, sekarang pasti jadi lebih bingung,'' ujar Qodari.Pengamat politik CSIS Indra J. Pilliang menilai, bertambahnya jumlah peserta Pemilu 2009 dibandingkan Pemilu 2004 tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, ada batasan parliamentary threshold yang cukup berat untuk dicapai partai-partai baru.''Dari hasil survei tadi saja, sudah kelihatan hanya enam partai yang perolehannya di atas 2,5 persen,'' ujarnya. Bahkan, Indra menyebut, dirinya banyak menemukan fakta bahwa pimpinan-pimpinan parpol baru di daerah lebih cenderung ingin menjajal DPRD, bukan DPR.Secara khusus, dia menyoroti merosotnya tingkat keterpilihan PPP. Menurut Indra, keterpurukan PPP bisa jadi disebabkan para elite partai berlambang Kakbah itu salah membaca tren konstituen. Di tataran elite, PPP terkesan berusaha ditampilkan ''lebih berwajah Islam''. Padahal, konstituen PPP justru semakin moderat dan terbuka.''Banyaknya spanduk PPP yang disebar pascainsiden Monas, langkah SDA (Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, Red) yang menemui Ketua Front Pembela Islam Habib Rizieq Syihab di Polda Metro Jaya bukti adanya upaya PPP untuk mengambil basis Islam itu,'' jelasnya.Dia lantas membandingkan langkah PPP dengan PAN. Indra melihat PAN justru ingin keluar dari stigma sebagai partai Islam dalam pengertian sempit. Sementara itu, PPP justru sebaliknya. ''Tapi, ini memang pilihan, apakah ingin menjadi kecil dan dianggap keras atau moderat yang tidak lagi mengidentikkan diri sebagai partai islam,'' pancingnya.Terpisah, Ketua FPPP Lukman Hakim Syaifuddin mengaku sudah memprediksi hasil survei tersebut. Dia menyatakan bisa memahami jebloknya tingkat keterpilihan partainya. Sebab, citra PPP memang terpengaruh kasus Al-Amin Nur Nasution, anggota FPPP di DPR yang menjadi tersangka kasus korupsi alih fungsi hutan lindung di Bintan, Kepulauan Riau.''Kami bersyukur, dengan adanya survei itu, kami diingatkan sejak dini agar bangkit berbenah diri,'' tegasnya. (jj)