Rabu, November 04, 2009

Bos Masaroh Kakak Beradik Sering Berprilaku Aneh & Dekat Banyak Pejabat

.


Anggodo Widjojo, serta Abdulhakim Ritonga yang sempat dialog dgan Yuliana Gunawan yang disadap KPK


KRC, Jakarta
DIALEK Suroboyoan sering muncul dalam rekaman perbincangan yang kemarin diputar di sidang Mahkamah Konstitusi. Maklum saja, sang tokoh kunci, Anggodo Widjojo, serta kakaknya Anggoro Widjojo, yang masih buron, adalah arek Suroboyo asli yang berkarir dan menjadi pengusaha sukses di kota Pahlawan itu.

Di kalangan pengusaha Surabaya, nama Anggodo dan Anggoro Widjojo tidak terlalu dikenal. Namun, jika disebutkan nama asli Tionghoanya, yakni Ang Tju Nek (Anggodo) dan Ang Tju Hong (Anggoro), hampir semua pengusaha senior mengenal mereka. Bahkan, mereka mengetahui dengan citra tertentu kepada duo adik kakak itu.

Di mata para pengusaha papan atas Surabaya, Ang Tju Nek dan Ang Tju Hong adalah pengusaha yang banyak berkecimpung di bisnis ilegal. Bahkan, seorang pengusaha yang cukup dekat dengan keduanya sejak kecil, mengatakan, mereka dikenal bengal sejak kecil dan remaja.

"Mereka sukanya berkelahi, terutama yang gemuk itu (Anggodo, Red)," ujar seorang pengusaha senior.

Jika di kalangan teman remajanya Anggodo dikenal sebagai anak muda yang suka main pukul, penampilan Anggoro kebalikannya. Pria yang terakhir menjadi bos PT Masaro Radiokom -perusahaan rekanan departemen dalam proyek sistem komunikasi terpadu serta Motorola, perusahaan IT terkemuka Amerika- itu dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan tangkas. "Anggoro lebih kalem. Tapi, dari gerak matanya dia sebetulnya cerdas dan tangkas dalam bisnis," tambah sumber yang seorang pengusaha itu.

Bakat bisnis Anggodo dan Anggoro menurun dari papa mereka, Ang Gai Hwa. Sebagai perantau dari Tiong­hoa, Gai Hwa di kalangan pengusaha-pengusaha perintis industri di Surabaya dikenal supel dan suka bergaul. Gai Hwa bekerja sebagai penjual dinamo di kawasan Kalimati (kompleks Kembang Jepun Surabaya sekarang, Red) Surabaya. "Orangnya suka cerita, karena itu dia banyak teman dan relasi," jelasnya.

Selain meneruskan bisnis sang ayah, Anggodo dan Anggoro terus mengembangkan bisnis keluarga. Sayang, karena sifat bawaan keduanya, lahan bisnis baru yang dipilih sering menyerempet hal yang melanggar hukum. "Karena itu, mereka mulai dijauhi kolega-kolega. Padahal, kami menyayangkannya. Bagaimanapun, mereka saudara sekampung halaman di Tiongkok," ujar sumber itu.

Salah satu bisnis yang sempat mendatangkan penghasilan melimpah bagi Anggoro dan Anggodo adalah menjadi agen SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), judi yang dilegalkan pemerintah pada akhir 1980-an. "Apalagi mereka dekat dengan Roby Ketek (nama asli Rudy Sumampouw, pengusaha terkaya Surabaya 1980-an)," ungkapnya. Kongsi bos SDSB yang dekat dengann banyak pejabat pusat di Jakarta itu, Anggodo dan Anggoro mendapat keuntungan melimpah hingga mampu membeli kompleks perkantoran dan hiburan Studio East di ka­wasan Simpang Dukuh.

Namun, pada awal 1990-an, bisnis dua bersaudara itu memasuki masa suram. Sejak itu mereka tidak terdengar kiprahnya di jagat bisnis Surabaya. Kabar keduanya baru muncul 10 tahun kemudian, saat mereka mendirikan PT Masaro Radiokom, dan lebih mengejutkan lagi mereka sukses menjadi agen pemasaran Motorola, perusahaan telekomunikasi papan atas asal Amerika. Sejak itu mereka kembali sering muncul di pergaulan pengusaha Surabaya, meski sebatas acara gathering dan entertainment.

Namun, kelompok pengusaha senior Surabaya kembali kecewa saat mengetahui bahwa perilaku Anggodo dan Anggoro tidak berubah. "Ternyata, saat sukses lagi, muncul sombongnya," ujarnya. Bahkan, di kalangan penikmat dunia malam di Jakarta dan Surabaya, Anggoro dikenal sebagai pengusaha yang suka berfoya-foya. "Pernah dia mem-booking 30 cewek sekaligus dan masing-masing dikasih Rp 3 juta. Cerita ini begitu terkenal. Jika tidak percaya, cek di bar-bar terkemuka di Jakarta dan Surabaya," ujarnya. Anggodo pun hanya mengikuti kebiasaan sang kakak.

Minta Maaf ke SBY

Rekaman pembicaraan yang diduga rekayasa kasus Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Riyanto me­nyebut-nyebut RI-1 yang lazim di­­kenal sebagai presiden. Namun, Ang­godo buru-buru mengklarifikasi bahwa tidak ada pencatutan terhadap orang nomor satu di Indonesia."Saya minta maaf kepada Bapak Presiden. Tidak ada pencatutan terhadap Bapak Presiden," kata Anggodo seperti dikutip dari perbincangan di TVOne tadi ma­lam. Dia meminta maaf jika bebe­rapa hari terakhir presiden terganggu oleh rekaman tersebut.

Tidak hanya presiden, Anggodo juga meminta maaf kepada institusi kejaksaan. Sebab, dalam re­kaman ikut disebut nama Wakil Jaksa Agung Ab­dul Hakim Ri­tonga dan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Wisnu Subroto. "Dalam paparan ini jelas, tidak ada paparan terhadap Pak Ritonga," katanya.

Sementara kepada Wisnu, Anggodo mengaku kenal lebih dari sebagai teman. "Kepada Pak Wis­nu, yang selama ini saya anggap kakak dan memberikan advice," ujarnya.

Anggodo membantah meminta bantuan dalam rekayasa tersebut kepada pejabat kejaksaan, yakni Ritonga dan Wisnu. "Kalau saya pu­nya perkara, untuk apa lewat orang lain, saya menghadap sen­diri." (don)