Jumat, Desember 12, 2008

Industri Outomotif Amerika Terancam Gulung Tikar


KRC, WASHINGTON DC -
Rakyat Amerika Serikat, khususnya yang memiliki pekerjaan terkait dengan otomotif, akan menghadapi Natal paling suram tahun ini. Bertumbangannya perusahaan raksasa di sektor keuangan kini merembet ke industri manufaktur otomotif. Ratusan ribu pekerja, salesman, karyawan industri komponen, dan broker mobil akan kehilangan pekerjaan.

Hal itu dipicu oleh keputusan Senat AS yang menolak permohonan bantuan dana talangan (bailout) kemarin (12/12). Padahal, sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS menyetujui permohonan tersebut.

Melalui voting menjelang tengah malam, didapatkan hasil 52 suara menentang dan hanya 35 suara yang mendukung. Sisanya menyatakan abstain, termasuk Wapres terpilih Joe Biden. Di AS, regulasi yang diajukan kepada parlemen harus mendapat persetujuan dua kamar parlemen yang berkedudukan setara, yaitu DPR dan senat.

Nasib tiga raksasa otomotif AS atau Big Three, yakni GM, Chrysler, dan Ford, pun kini di ujung tanduk. Bahkan, dua perusahaan dengan kondisi terparah, yaitu GM dan Chrysler, akan menghadapi kebangkrutan jika tidak ada upaya penyelamatan bulan ini.

Untuk menghindari kolaps, GM membutuhkan suntikan dana minimal USD 11 miliar akhir bulan ini. Sedangkan Chrysler harus mendapat dana cash USD 3 miliar selambatnya awal tahun depan, jika tidak ingin tinggal nama.

Gagalnya kongres mencapai kesepakatan untuk pemberian bailout senilai USD 14 miliar ke sektor otomotif itu memaksa pemerintahan George W. Bush mengevaluasi opsi lain untuk menyelamatkan perekonomian AS yang semakin mendekati jurang resesi.

Juru Bicara Gedung Putih Dana Perino menyatakan, Gedung Putih kini mempertimbangkan menggunakan dana talangan sektor finansial senilai USD 700 miliar yang disetujui kongres sebelumnya.

''Dalam kondisi normal, kami lebih senang pasar yang menentukan nasib perusahaan swasta. Namun, dalam ekonomi yang sulit sekarang, bantuan dari dana talangan sektor finansial akan kami pertimbangkan,'' ujarnya dari pesawat kepresidenan Air Force One tadi malam.

Pemimpin Senat Harry Read mengungkapkan, gagalnya keputusan di kongres itu terutama dipicu oleh soal penurunan gaji. Sebagai bagian dari pemberian bailout, para senator dari Partai Republik menuntut gaji pekerja otomotif AS disamakan dengan pekerja asing mulai tahun depan. Namun, tuntutan itu ditentang serikat pekerja.

''Saya merasa takut melihat Wall Street besok. Sepertinya hal itu tidak akan menjadi sebuah pandangan yang menyenangkan. Jutaan warga Amerika, bukan hanya pekerja otomotif, namun juga masyarakat yang menjual mobil, agen, dan orang yang bekerja pada otomotif, akan terkena dampak secara langsung,'' tegas Harry Read dalam konferensi pers usai rapat membahas bailout.

Dengan kegagalan senat mencapai kesepakatan tersebut, berarti pemerintah AS harus menunggu hingga tahun depan untuk mencari restu lagi.

Masyarakat AS kini sangat dilematis soal penyelamatan sektor otomotif. Jika tidak diselamatkan, kebangkrutan industri otomotif dikhawatirkan berdampak luas bagi perekonomian.

Big Three secara langsung memiliki karyawan hingga 250.000 orang, sekitar 100.000 orang dari pemasok spare part. Jika ditotal bersama seluruh pekerja yang terlibat, satu di antara 10 pekerjaan di AS berhubungan dengan sektor otomotif.

Sementara itu, keputusan senat ditanggapi dengan sangat kecewa oleh para pabrikan yang bermarkas di Detroit tersebut. Nilai saham dua perusahaan, GM dan Ford, langsung terjun. Nilai saham GM terkoreksi sampai 26 persen, sedangkan produsen mobil terbesar kedua Ford merosot sampai 16 persen.

Untuk mengantisipasi kondisi lebih buruk, GM dikabarkan sudah menyewa penasihat kebangkrutan. Namun, manajemen GM menegaskan bahwa kebangkrutan bukan sebuah opsi bagi mereka. Harian Wall Street Journal melaporkan, GM telah menyewa Harvey Miller yang merupakan ahli masalah kebangkrutan dari kantor hukum Weil Gotshal & Manges LP.

Chrysler sebelumnya juga menyewa penasihat kebangkrutan dari kantor hukum Jones Day. Para produsen otomotif top AS itu kini sangat membutuhkan dana tunai sebelum 2009. ''Kami sudah lama menyatakan bahwa manajemen mempertimbangkan kebangkrutan. Namun, kami menyimpulkan bahwa ini bukanlah opsi yang dapat berjalan,'' ungkap Juru Bicara GM Tony Cervone.

GM yang menjual merek Chevrolet, Cadillac, Hummer, dan Opel itu membukukan kerugian hampir UD 73 miliar sejak 2004 dan membukukan penurunan penjualan 22 persen di pasar AS akhir tahun ini. Perusahaan mobil terbesar kedua di dunia setelah Toyota tersebut menderita kerugian USD 4,2 miliar pada kuartal ketiga tahun ini.

Sementara itu, omzet Chrysler merosot 28 persen pada November dan menjadi penurunan terburuk dalam sejarah perusahaan pembuat merek Jeep serta Dodge tersebut.

Dampak ke Dunia

Berembusnya kabar buruk soal ekonomi dari AS kembali mengguncang perekonomian dunia. Pasar saham di Eropa dan Asia, termasuk Indonesia, langsung terjun bebas. IHSG terpangkas 53,726 poin atau 4,08 persen menjadi 1.262,968.

Indeks utama bursa saham di Tokyo, Nikkei, sempat merosot lebih dari tujuh persen sebelum ditutup turun 5,6 persen. Saham pabrik mobil langsung ramai-ramai dilepas para investor. Saham Toyota Motor Corp menukik lebih dari 10 persen di Tokyo. Sedangkan dolar AS melemah di bawah level psikologis 90 yen untuk kali pertama sejak 1995, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan mengganggu laba berbagai perusahaan Jepang.

Bagaimana dengan dampak ke Indonesia? Pengamat Ekonomi Fauzi Ikhsan menjelaskan, kegagalan senat AS mencapai kesepakatan mengenai bailout multimiliaran dolar AS untuk industri otomotif itu tidak terlalu memengaruhi perekonomian Indonesia.

''Secara umum berpengaruh terhadap pasar saham. Kegagalan kesepakatan itu kan akan membuat pasar saham AS merosot dan biasanya akan diikuti oleh pasar saham di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, pengaruh untuk perekonomian secara keseluruhan tak signifikan, termasuk untuk rupiah,'' ungkapnya.

Terkait dengan kegagalan bailout, Fauzi menduga, pada awal tahun depan, pemerintah AS akan menawarkan program bailout baru untuk stimulus perekonomian AS. ''Kita akan lihat nanti sekitar 20 Januari, ketika pemerintahan AS sudah berubah serta komposisi senat yang juga akan berubah,'' ujarnya.

Fauzi meyakini, dalam pemerintahan baru nanti ada kompromi-kompromi kebijakan terkait dengan program bailout tersebut. (Ayu)